Kesadaran masyarakat Wonosobo
Di tengah maraknya serangan kelompok
masyarakat tertentu terhadap komunitas agama minoritas seperti
Ahmadiyah dan kelompok Syiah di berbagai daerah, khususnya di
Sampang, Madura dan Ahmadiyah di berbagai daerah, dua kelompok agama
minoritas tersebut justru bisa hidup rukun di Wonosobo, aman tanpa
ada gangguan dari pihak manapun.
Menariknya lagi, istri tokoh Syiah
bahkan diangkat menjadi ketua kelompok perempuan di tingkat kabupaten
membawahi perempuan-perempuan dari komunitas lain. Bahkan, kelompok
agama beraliran Islam minoritas lainnya, seperti Rifaiyah dan Alif
Rabo Wage (Aboge) bisa dengan leluasa melakukan aktivitas ibadah
mereka, termasuk agama Kristen, Katolik, Hindu, maupun Buddha.
Tingginya kesadaran masyarakat Wonosobo
mengenai arti pentingnya hidup rukun dan saling menghormati antara
pemeluk agama itu patut diacungi jempol.
Kisah dari Wonosobo itu
sebetulnya merupakan salah satu ciri khas warisan bangsa yang
sesungguhnya telah berurat berakar dan tertanam sejak dahulu kala.
Sejatinya, warga bangsa ini memang ramah, sopan, santun, saling
menghormati, dan menghargai orang lain tanpa membedakan suku, agama,
daerah, dan lain sebagainya. Indah bukan?
Kita tentu sangat bangga dengan
kerukunan umat beragama yang terjalin baik di Wonosobo. Semoga hal
itu bisa menginspirasi semua daerah lain—terutama di daerah yang
warganya yang ingin beribadah namun dikejar-kejar kelompok lain,
bahkan rumah ibadahnya dirusak—untuk bisa mengembalikan rasa aman
dan nyaman masyarakat dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan dan
kepercayaannya masing-masing.
Apa yang terjadi di Wonosobo merupakan
bentuk konkret kepedulian dan ketegasan seorang pemimpin terhadap
kepedulian dan kepentingan warganya. Pemimpinnya berani tidak populer
demi kepentingan warganya. Oleh karena itu, bangsa ini harus
berterima kasih kepada Bupati Wonosobo, Kholiq Alif yang mampu
menciptakan rasa aman bagi warganya untuk menjalankan ibadah apa pun
agamanya. Tentu butuh perjuangan untuk menciptakan kondisi dan
situasi tersebut.
Pendekatan yang dilakukan Bupati Kholiq
Alif terhadap masyarakat sejak memimpin Wonosobo tahun 2005 telah
membuahkan hasil dan memantabkan kehidupan umat beragama di sana.
Bupati memanfaatkan peran dari forum masyarakat antaragama yang
digelar secara rutin secara maksimal, termasuk membentuk Forum
Komunikasi Polisi dan Masyarakat yang didirikan tahun 2007. Forum
yang beranggotakan masyarakat dan aparat ini berperan menyelesaikan
konflik atau pidana ringan yang terjadi antarwarga, sehingga tidak
perlu dibawa ke pengadilan.
Hingga saat ini semua masyarakat merasa
terlindungi dan hidup nyaman. Di Wonosobo terdapat sekitar 6.000
jemaah Ahmadiyah dan sekitar 250 orang warga Syiah yang tinggal
nyaman bersama agama lainnya, di samping mayoritas Islam di kabupaten
yang total penduduknya lebih dari 747.000 jiwa tersebut.
Masing-masing agama tetap bisa melaksanakan dakwah tanpa ada kendala.
Kunci semua itu adalah kepedulian dan
ketegasan dari seorang pemimpin yang sangat peduli dengan warganya.
Harmonisasi kehidupan antarmasyarakat beragama ini tentu saja membawa
dampak luar biasa bagi Kabupaten Wonosobo.
Terbukti, hanya dalam
tempo lima tahun, peringkat keamanan di Wonosobo berdasarkan survei
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melonjak dari
urutan 400 tahun 2004 menjadi peringkat ke-2 tahun 2009 untuk tingkat
nasional. Tingkat keamanan untuk Jawa Tengah, Kabupaten Wonosobo
menempati uturan pertama. Sebuah prestasi menakjubkan dan luar biasa.
Seandainya semua daerah mampu
menciptakan rasa aman bagi masyarakat, investor akan berlomba masuk
ke seluruh penjuru negeri ini, sehingga rakyatnya bisa lebih cepat
mencapai impian kesejahteraan.
0 komentar:
Posting Komentar